Dengarkanlah, wahai
Mau bicara
Bahwa bila aku
Mengatakan semuanya
Dalam syukur dan gembira
Dan sungguh-sungguh
Hak yang diberikan oleh Tuhan
Aku mencintaimu
Perhatikanlah baik-baik dan tersenyumlah
Aku memang ingin denganmu
Ini adalah hidup dengan caraku
Aku ingin bersamamu
Tentang kamu dan diriku
Dengan nama Allah Maha Pengasih dan Penyayang
Dengarkanlah wahai
Aku mau bicara
Bahwa bila aku mencintaimu
Aku terpaku pada dirimu
Dengan segala rahasia mesin fisika pribadiku
Diruang misteri, alam semesta
Sampai jam berapakah kau tersenyum?
Biarkanlah aku denganmu
Di akadmu, alamatmu
Dan biarkanlah dirimu bahagia, olehku
Essau Ana Uhibbuki / Puisi Cinta Ayah (Pidi Baiq)
Teruntuk, Syarifah Hartati
Syarifah? Syarifah Hartati? Bagaimana kabar denganmu?
Tetaplah baik. Aku bukan Pujangga, atau apapun. Merangkai kata saja,
aku masih mengeja. Tapi. Takdirku, bertemu denganmu itu cukup.
Barangkali kita bertemu lagi, aku akan bahagia. Dan kamu, tetaplah
tersenyum. Cukuplah kiranya aku kirim ini, meski entah tiada sebab.
Harapku kau akan senang, dan tenang.
Tapi maaf, biarlah kamu tak tahu dan jika kamu tahu cukuplah
tahu saja.
Sedikit, buku kecil ini semoga dapat berguna. Tulislah apapun,
tentangmu atau tentang aku yang tidak kamu tau. Buatlah puisi, atau
cerita aku akan mendengar. Tak perlu bersuara, dalam hati saja cukup
dan aku disini mendengar.
Untuk itu, mungkin kamu bisa membelinya. Tapi, jika membeli
kamu tak akan mendapat surat seperti ini. Jadi, pakailah. Barangkali
kau akan tahu, separuh dari bandul itu.
Ifah, jika bagimu aku hujan dan kau tidak suka; kau boleh
berteduh. Berteduh dalam kenyamanan yang kau mau. Aku ingin senang,
dengan sederhana. Seadanya.
Tati, jika boleh. Rinduku padamu itu candu akan candamu. Dan
sebenarnya, aku ingin banyak menulis kata. Bercerita esok kita
menjadi apa, seperti apa, dan ketika tua (bersama). Hayalku sepanjang
jalan menuju pulang.
Satu lagi, bisakah kau simpankan surat ini untukku? Aku ingin
membacanya lagi. Lusa. Nanti. Kelak. Entahlah.
4.3.2022
Terima kasih.
- nn